Kamis, 16 April 2009

INDONESIA 2010 - NUSANTARA BARU




Hi... Ketemu Lagi Nich...

Aku dapat Tulisan Bagus Nich dari Mas Zaim Uchrowi. Dia Seorang Penulisa yang handal yang bisa menangkap inti dari sebuah kejaidan dan menuangkannya dalam tulisan yang enak dibaca dan Pas di hati..
Walaupun Tulisannya Sudah dimuat 1 Tahun Lalu, tapi Tetap Saja IDE nya Fresh untuk Diwujudkan..
Coba Aja Renungkan.... .







Republika, Jumat, 14 Maret 2008 ( Zaim Uchrowi ) :

Apa Yang Akan Anda Lakukan Kalau Menjadi Presiden Negeri Ini?

Ada hal sederhana yang tampaknya perlu dilakukan. Yakni, mengajak seluruh bangsa ini bersepakat. Nama negara ini perlu diganti. Nama Indonesia terasa sudah kurang segar. Kurang mampu memberi gairah, apalagi menggetarkan hati warganya. Nama Indonesia terasa lebih memenuhi keperluan legal formal. Bukan keperluan untuk dapat memberi nilai maknawi yang subtansial. Misalnya mendorong etos warganya.
Tidak setuju nama Indonesia diganti? Boleh-boleh saja. Ini bangsa dan negara demokrasi. Tapi dari berbagai percakapan informal dapat disimpulkan, umumnya kita menyetujui gagasan ini. Banyak alasan yang mendasarinya. Bukan sekadar persoalan suka atau tidak. Sebab nama harus memberi spirit. Nama perlu berjiwa. Spirit atau jiwa itulah yang dapat melentingkan penyandangnya untuk maju. Shakespeare bisa saja mengatakan “apalah arti sebuah nama.” Namun, untuk konteks kita sekarang, nama yang berspirit teramat penting. Tanpa spirit, tak akan ada kemajuan yang dapat diraih.
Kenyataan di masyarakat memperkuat kebutuhan itu. Mari kita tengok kasus Lapindo. Hingga kini urusan ini belum selesai. Belum pula ada skenario jelas bagaimana menyelesaikannya. Nasib para korbannya juga masih banyak terbengkalai. Tengok pula nasib petani kita. “Saya tak tahu lagi harus berbuat apa,” ujar Suprapto, seorang advokat petani. “Saya akan bakar saja gabah di DPR dan istana.”
Sebuah ungkapan kesal yang masuk akal. Sampai sekarang kita juga tak punyak skenario jelas buat mengangkat nasib petani. Sama tak jelasnya dengan alternatif solusi bagi berbagai krisis lainnya.
Banjir di berbagai daerah masih akan berulang dan berulang. Krisis pangan, seperti daging, kedelai, atau minyak goreng baru-baru ini, berpotensi lebih sering terjadi. Belum lagi krisis energi. Harga BBM sudah jelas naik. Listrik mulai padam. Minyak tanah susah. Listrik tenaga nuklir yang seharusnya sudah terwujud. Keuangan negara ikut tergoyang. Hingga muncul gagasan yang tidak lazim: Menyewakan hutan lindung buat ditambang. Apa solusi dari semua persoalan itu? Kita cenderung hanya akan menggelengkan kepala. Kita, bangsa ini, tengah sakit.
Tentu kita tetap harus tersenyum, bersyukur, dan ikhlas. Itu modal utama buat bangkit. Namun sakit juga harus diobati. Sedangkan obat, kata Ibnu Sina, bukan saja yang berbentuk material dengan mekanisme yang dapat dijelaskan secara rasional. Obat yang menyembuhkan juga harus mencakup jiwa. Harus ada intervensi jiwa buat melahirkan “formula kesembuhan” .
Intervensi jiwa atau spirit begitu penting buat kesembuhan. Apalagi di saat obat material yang rasional belum dapat terlihat secara jelas. Seperti yang kita hadapi sekarang ini.
Pada beberapa masyarakat tradisional ada kearifan. Yakni saat seorang anak sakit berkepanjangan. Berbagai macam obat tak mampu mengatasinya. Maka orang tuanya akan mengganti nama sang anak. Tradisi itu seperti tak bernalar. Mana mungkin sakit diatasi dengan ganti nama. Tapi, umumnya terbukti anak akan menjadi lebih sehat.
Ada suasana baru, ada spirit baru. Itulah yang menyehatkan. Prinsip itu serupa dengan pendekatan komunikasi pemasaran. Ada “siklus hidup” produk. Sebelum mencapai tahap “dewasa” yang kemudian menurun, produk perlu disegarkan. Banyak cara buat menyegarkan. Produk Amway, misalnya, disegarkan dengan bendera baru Network-21. Hal serupa terjadi pada ranah publik. Kota Bombai, misalnya, sekarang ganti nama menjadi Mumbai.
Lalu mengapa ragu melakukan itu pada Indonesia? Nama Indonesia bukan sekadar tak berakar, namun jujga tak berjiwa. Apalagi sudah sangat banyak yang terluka oleh nama Indonesia. Politik masa lalu yang menjadi penyebabnya. Kita juga punya pilihan nama yang lebih baik: Nusantara. Sebuah nama yang berakar panjang pada tanah dan manusia di kepulauan khatulistiwa ini.
Bernard Vlekke, penulis sejarah yang sangat lengkap tentang bangsa kita, pun memberi judul bukunya Nusantara. Bukan Indonesia. Dengan menjadi Republik Nusantara, tak akan ada lagi tetangga yang mengejek kita dengan sebutan “orang orang Indon“. Kita juga akan lebih antusias menyanyikan lagu kebangsaan “Nusantara Raya merdeka-merdeka! ”
Antusiasme inilah yang akan membuka langkah- langkah baru buat bangkit.

Jumat, 27 Maret 2009

INDONESIA KE DEPAN & RAMALAN JAYABAYA

Sebelum menjadi Republik Indonesia, Nusantara terdiri dari berbagai Kerajaan, disetiap pulau besar ada rajanya seperti Di Aceh, Sumsel, Kalimantan, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, NTT, Sulawesi dsb. Diantara para raja tersebutlah Raja Jayabaya yang terkenal dengan Kitab Musasarnya yang isinya memprediksikan Nusantara Zaman itu dan Nusantra kedepannya.
Siapakah Raja Jayabaya atau Prabu Jayabaya dan Apa isi Kitab Musasar nya ? Berikut detailnya :
1. LATAR BELAKANG PRABU JAYABAYA
Prabu Jayabaya merupakan buah cinta dari kisah romantis Raden Panji Inukertapati dan Dewi Galuh Chandra Kirana, yang memerintah Kerajaan Kediri sekitar tahun 1135 sampai dengan tahun 1159.

Terdapat sejumlah versi menyangkut Ramalan Jayabaya. Ada yang percaya bahwa ramalan tersebut memang karya raja besar Kediri itu, yang memang dikenal sangat menghargai dan mencintai karya sastra.

Ia malahan mempunyai dan memerintahkan dua pujangganya, Mpu Sedah dan Mpu Panuluh untuk menyadur dan menciptakan karya-karya sastra. Versi lain menyebutkan bahwa Ramalan Jayabaya itu sesungguhnya bukanlah karya sanga maharaja melainkan karya orang lain yang kemudian dianggap sebagai karya Jayabaya.
Prabu Jayabaya adalah Raja Kerajaan Kediri yang terkenal sakti dan berilmu tinggi, konon beliau adalah titisan Betara Wishnu, sang Pencipta Kesejahteraan di Dunia, yang akan menitis selama tiga kali.

2. RAMALAN JAYABAYA
Beliau mampu meramalkan berbagai kejadian yang akan datang yang ditulis oleh beliau dalam bentuk tembang-tembang Jawa yang terdiri atas 21 pupuh berirama Asmaradana, 29 pupuh berirama Sinom, dan 8 pupuh berirama Dhandanggulo. Kitab ini dikenal dengan nama Kitab Musarar.
Ramalan Jayabaya dibagi dalam 3 zaman yang masing-masing berlangsung selama 700 tahun, yaitu :
1. Zaman Permulaan (Kali-Swara) 1 - 700 M
2. Zaman Pertengahan (Kali-Yoga) 701 - 1400 M
3. Zaman Akhir (Kali-Sangara). 1401 - 2100 M

Yang menarik dari ramalan Jayabaya adalah ramalan Zaman Akhir (Kali-sangara) dari tahun Masehi 1401 sampai dengan tahun 2100, karena kita dapat membuktikannya dengan catatan sejarah Indonesia /Jawa dalam periode tersebut.
Ramalan Jayabaya dalam periode Akhir tersebut cukup akurat dalam meramalkan bangkit dan runtuhnya kerajaan-kerajaan Jawa (Indonesia), naik-turunnya para Raja-raja dan Ratu-ratunya atau Pemimpinnya, yang terbagi dalam tiap seratus tahun sejarah, yaitu :
1
1. Kala-Jangga (1401-1500 M)
2. Kala-Sakti (1501-1600 M)
3. Kala-Jaya (1601-1700 M)
4. Kala-Bendu (1701-1800 M)
5. Kala-Suba (1801-1900 M)
6. Kala-Sumbaga (1901-2000 M)
7. Kala-Surasa (2001-2100 M).

Dikisahkan bahwa Raja Jayabaya pernah berguru kepada seorang ulama terkemuka dari jazirah Arab yang sedang mengembara ke Asia Tenggara. Ulama itu bernama Syech Ali Syamsu Zein.
Prabu Jayabaya, Raja Kediri bertemu pendita dari Rum yang sangat sakti, Maulana Ali Samsuyen. Ia pandai meramal serta tahu akan hal yang belum terjadi. Jayabaya lalu berguru padanya, sang pendeta menerangkan berbagai ramalan yang tersebut dalam kitab Musaror dan menceritakan penanaman orang sebanyak 12.000 keluarga oleh utusan Sultan Galbah di Rum, orang itu lalu ditempatkan di pegunungan Kendeng, lalu bekerja membuka hutan tetapi banyak yang mati karena gangguan makhluk halus, jin dsb, itu pada th rum 437, lalu Sultan Rum memerintahkan lagi di Pulau Jawa dan kepulauan lainnya dgn mengambil orang dari India, Kandi, Siam.

Sejak penanaman orang-orang ini sampai hari kiamat kobro terhitung 210 tahun matahari lamanya atau 2163 tahun bulan, Sang pendeta mengatakan orang di Jawa yang berguru padanya tentang isi ramalan hanyalah Hajar Subroto di G. Padang.

Beberapa hari kemudian Jayabaya menulis ramalan Pulau Jawa sejak ditanami yang keduakalinya hingga kiamat, lamanya 2.100 th matahari. Ramalannya menjadi :

TRI-TAKALI Yaitu :
I. Jaman Permulaan disebut *KALI-SWARA*, lamanya 700 th matahari (721 th bulan). Pada waku itu di jawa banyak terdengar suara alam, gara-gara geger, halintar, petir, serta banyak kejadian-kejadian yang ajaib dikarenakan banyak manusia menjadi dewa dan dewa turun kebumi menjadi manusia.II. Jaman Pertengahan disebut *KALI-YOGA* banyak perobahan pada bumi,bumi belah menyebabkan terjadinya pulau kecil-kecil, banyak makhluk yangsalah jalan, karena orang yang mati banyak menjelma (nitis).
III. Jaman Akhir disebut *KALI-SANGARA* 700 th. Banyak hujan salah mangsa dan banyak kali dan bengawan bergeser, bumi kurang manfaatnya, menghambat datangnya kebahagian, mengurangi rasa-terima, sebab manusia yang yang mati banyak yang tetap memegang ilmunya.

Tiga jaman tsb. Masing-masing dibagi menjadi SAPTAMA-KALA, artinya jaman kecil-kecil, tiap jaman rata-rata berumur 100 th. Matahari (103 th. bulan), seperti dibawah ini :


2.1. *JAMAN KALI-SWARA* (1 - 700 M ) Dibagi Menjadi :
*Kala-Kukila* 100 th, (th. 1-100): Hidupnya orang seperti burung, berebutan mana yang kuat dia yang menang, belum ada raja, jadi belum ada yang mengatur/memerintah.*Kala-Buddha* (th. 101-200): Permulaan orang Jawa masuk agama Buddha menurut syariat Hyang agadnata (Batara Guru).


*Kala-Brawa* (th. 201 - 300): Orang-orang di Jawa mengatur ibadahnya kepada
Dewa, sebab banyak Dewa yang turun kebumi menyiarkan ilmu.
*Kala-Tirta* (th. 301-400): Banjir besar, air laut menggenang daratan, di
se panjang air itu bumi menjadi belah dua. Yg sebe-
lah barat disebut pulau Sumatra, lalu banyak muncul
sumber-sumber air, disebut umbul,sedang, telaga dsb
*Kala-Swabara* (th. 401-500): Banyak keajaiban yang tampak atau menimpa diri
manusia.*Kala-Rebawa* (th. 501-600):
Orang Jawa mengadakan keramaian2-kesenian dll
*Kala-Purwa* (th. 601-700): Banyak tumbuh2an keturunan orang2 besar yang
sudah menjadi orang biasa mulai jadi orang besar lagi.

2.2. *JAMAN KALA-YOGA* (701 – 1400 M) Dibagi Menjadi :
*Kala-Brata* (th. 701-800) : Orang mengalami hidup sebagai fakir.
*Kala-Drawa* (th. 801-900) : Banyak orang mendapat ilham, orang pandai
menerangkan ha l-hal yang gaib.
*Kala-Dwawara* (th. 901-1.000): Banyak kejadian yang mustahil.
*Kala-Praniti* (th.1.001- 1.101): Banyak orang mementingkan ulah pikir.*Kala-Teteka* (th.1.101 - 1.200): Banyak orang datang dari negeri-negeri lain.*Kala-Wisesa* (th.1.201-1.300): Banyak orang yang terhukum.
*Kala-Wisaya* (th. 1.301 - 1.400): Banyak orang memfitnah.

2.3. *JAMAN KALA-SANGARA* (1401 – 2100 M) Dibagi Menjadi :
*Kala-Jangga* (th. 1.401 - 1.500): Banyak orang ulah kehebatan.
*Kala-Sakti* (th. 1.501 - 1.600): Banyak orang ulah kesaktian.
*Kala-Jaya* (th. 1.601 - 1.700): Banyak orang ulah kekuatan untuk tulang
punggung kehidupannya.
*Kala-Bendu* (th. 1.701 - 1.800): Banyak orang senang berbantahan, akhirnya
bentrokkan.*Kala-Suba* (th. 1.801 - 1.900 ) : Pulau Jawa mulai sejahtera, tanpa kesulitan, orang bersenang hati.



A. *KALA - SUMBAGA* (1.901 - 2.000 M) :
Banyak Orang Tersohor Pandai dan Hebat.
Munculnya Presiden Sukarno sebagai Pemimpin Indonesia, Pendiri Republik Indonesia dalam periode Kala-sumbaga (1901-2000) diramalkan secara cukup akurat. Beliau digambarkan sebagai seorang Raja yang memakai kopiah warna hitam (kethu bengi), sudah tidak memiliki ayah (yatim) dan bergelar serba mulia (Pemimpin Besar Revolusi).

Sang Raja kebal terhadap berbagai senjata (selalu lolos dari percobaan pembunuhan), namun memiliki kelemahan mudah dirayu wanita cantik, dan tidak berdaya terhadap anak-anak kecil yang mengelilingi rumah beliau (mundurnya beliau karena demo para pelajar dan mahasiswa).
Sang Raja sering mengumpat orang asing sebagai lambang bahwa beliau sangat anti Imperialisme. Dalam tembang Jawa berbunyi: “Ratu digdaya ora tedhas tapak paluning pandhe sisaning gurinda, nanging apese mungsuh setan thuyul ambergandhus, bocah cilik-cilik pating pendhelik ngrubungi omah surak-surak kaya nggugah pitik ratu atine cilik angundamana bala seberang sing doyan asu”.

Bung Karno bergelar Panglima Tertinggi ABRI, siapa yang menentangnya bisa celaka, menyerang tanpa pasukan, sakti tanpa pusaka, dan menang perang tanpa merendahkan lawannya, kaya tanpa harta, benderanya merah-putih. Beliau meninggal dalam genggaman manusia. Dalam tembang Jawa berbunyi: “sing wani bakal wirang, yen nglurug tanpa bala, digdaya tanpa aji apa-apa, lamun menang tanpa ngasorake liyan, sugih tan abebandhu, umbulane warna jenang gula klapa. Patine marga lemes.”

Naik-turunnya Preside RI ke-2 Suharto juga secara jelas diramalkan oleh Prabu Jayabaya pada Bagian Akhir tembang Jawa butir 11 sampai 16 sebagai berikut: “Ana jalmo ngaku-aku dadi ratu duwe bala lan prajurit negara ambane saprowulan panganggone godhong pring anom atenger kartikapaksi nyekeli gegaman uleg wesi pandhereke padha nyangklong once gineret kreta tanpa turangga nanging kaobah asilake swara gumerenggeng pindha tawon nung sing nglanglang Gatotkaca kembar sewu sungsum iwak lodan munggah ing dharatan. Tutupe warsa Jawa lu nga lu (wolu / telu sanga wolu / telu) warsa srani nga nem nem (sanga nenem nenem) alangan tutup kwali lumuten kinepung lumut seganten.


Beliau muncul sebagai Pemimpin yang didukung oleh Angkatan Bersenjata RI (darat, udara dan laut), berlambang Kartikapaksi, memakai topi baja hijau (tutup kwali lumuten) pada tahun 1966.
Zaman pemerintahan Presiden Suharto (Orde Baru) berlangsung selama 30 tahun, dan menurut Jayabaya ada tiga raja yang menguasai tanah Jawa /Indonesia saat itu sebagai lambang kekuasaan dari tiga kekuatan politik: Golkar-Parpol-ABRI. Ketiga kekuatan itu menghilang saat Pak Harto mundur, karena saling berselisih. Setelah itu tidak ada lagi raja yang disegani, dan para Bupat Manca Negara (luar Jawa) berdiri sendiri-sendiri (otonom).
Setelah lenyapnya kekuasaan tiga raja tersebut diatas, Jayabaya meramalkan datangnya seorang Pemimpin baru dari negeri seberang, yaitu dari Nusa Srenggi (Sulawesi), ialah Presiden BJ Habibie.

Ramalan Selanjutnya Adalah:
“Inilah jalan bagi yang selalu ingat dan waspada! Agar pada zaman tidak menentu bisa selamat dari bahaya atau “jaya-baya”, maka jangan sampai keliru dalam memilih pemimpin. Carilah sosok Pemimpin yang bersenjatakan Trisula Weda pemberian dewa. Bila menyerang tanpa pasukan, kalau menang tidak menghina yang lain.
Rakyat bersukaria karena keadilan Tuhan telah tiba. Rajanya menyembah rakyat yang bersenjata Trisula Weda; para pendetapun menghargainya. Itulah asuhannya Sabdopalon - yang selama ini menanggung rasa malu tetapi akhirnya termasyhur- karena segalanya tampak terang benderang. Tidak ada lagi yang mengeluh kekurangan; itulah pertanda bahwa zaman tidak menentu telah usai berganti zaman penuh kemuliaan, sehingga seluruh dunia pun menaruh hormat.”

Di zaman modern abad ke-21 saat ini dengan berbagai persenjataan modern dan alat tempur yang canggih, mulai dari senjata nuklir, roket, peluru kendali, dan lain-lainnya, maka senjata Trisula Weda mungkin bukanlah senjata dalam arti harafiah, tetapi adalah senjata dalam arti kiasan, tiga kekuatan yang mebuat seorang Pemimpin disegani segenap Rakyatnya. Bisa saja itu adalah tiga sifat-sifat sang Pemimpin, seperti: Benar, Lurus, Jujur (bener, jejeg, jujur) seperti yang diungkapkan dalam tembang-tembang Ramalan Jayabaya.

Demikian pula tentang sosok sang Pemimpin yang digambarkan sebagai Satriya Piningit, bukanlah seseorang yang tiba-tiba muncul, tetapi Ia adalah seorang Pemimpin Indonesia yang sifatnya tidak mau menonjolkan diri, tetapi Ia bekerja tanpa pamrih, menyumbangkan tenaga dan pikirannya bagi kemajuan bangsa dan negara. Sudah ada langkah-langkahnya yang nyata yang dapat ditelusuri dalam kehidupannya sehari-hari.


B. *KAlA-SURASA* (2.001 - 2.100 M):
Pulau Jawa ramai sejahtera, serba teratur, tak ada kesulitan, banyak orang
ulah asmara.
Ramalan Jayabaya bagi Indonesia setelah tahun 2001 Indonesia akan menjadi sebuah negeri yang aman, makmur, adil dan sejahtera sebagai akhir dari Ramalan Jayabaya (Kala-surasa, 2001-2100 M), zaman yang tidak menentu (Kalabendu) berganti dengan zaman yang penuh kemuliaan.

ssehingga seluruh dunia menaruh hormat. Akan muncul seorang Satriya Piningit sebagai Pemimpin baru Indonesia dengan ciri-ciri sudah tidak punya ayah-ibu, namun telah lulus Weda Jawa, bersenjatakan Trisula yang ketiga ujungnya sangat tajam, sbb:
“Mula den upadinem sinatriya iku wus tan abapa, abibi, lola, wus pupus weda Jawa mung angendelake trisula, landepe trisula sing pucuk gegawe pati utawa untang nyawa, sing tengah sirik gawe kapitunaning liyan, sing pinggir-pinggir tolak colong njupuk winanda.”

Ramalan yang ditulis Jayabaya itu disetujui oleh pendeta *Ali Samsujen*, kemudian sang pendeta pulang ke negerinya, diantar oleh Jayabaya dan putera mahkotanya *Jaya-amijaya* di Pagedongan, sampai di perbatasan. Jayabaya diiringi oleh puteranya pergi ke Gunung Padang, disambut oleh *Ajar Subrata* dan diterima di sanggar semadinya.

Sang Anjar hendak menguji sang Prabu yang terkenal sebagai pejelmaan Batara Wisnu, maka ia memberi isyarat kepada endang-nya (pelayan wanita muda) agar menghidangkan suguhan yang terdiri dari :
1. Kunir (kunyit) satu akar
2. Juadah satu takir (mangkok dibuat dari daun pisang)
3. Geti (biji wijen bergula) satu takir
4. Kajar (senthe sebangsa ubi rasanya pahit memabokkan satu batang)
5. Bawang putih satu takir
6. Kembang melati satu takir
7. Kembang seruni (serunai; tluki) satu takir
Anjar Subrata menyerahkan hidangan itu kepada sang prabu. Seketika Prabu Jayabaya menjadi murka dan menghunus kerisnya, sang Anjar ditikamnya hingga mati, jenazahnya muksa hilang. Endangnya yang hendak laripun ditikamnya pula dan mati seketika.

Sang putera mahkota sangat heran melihat murkanya Sang Prabu yang membunuh mertuanya (Anjar Subrata) tanpa dosa. Melihat putera mahkotanya sedih, sesudah pulang Prabu Jayabaya berkata dengan lemah lembut. "*Ya anakku putera mahkota, janganlah engkau sedih karena matinya mertuamu, sebab sebenarnya ia berdosa terhadap Kraton.

Ia bermaksud mempercepat berakhirnya, para raja di tanah Jawa yang belum terjadi. Hidangan sang Ajar menjadi perlambang akan hal-hal yang belum terjadi. Kalau ku-sambut (hidangan itu) niscaya tidak akan ada kerajaan melainkan hanya para pendeta yang menjadi orang-orang yang dihormati oleh orang banyak, sebab menurut guruku Baginda Ali Samsujen, semua ilmu Ajar itu sama dengan semua ilmuku". 6Sang prabu anom bertunduk kepala memahami, kemudian mohon penjelasan tentang hidangan-hidangan sang pendeta dalam hubungannya dengan kraton-kraton yang bersangkutan.

Sabda Prabu Jayabaya, "*Ketahuilah anakku, bahwa aku ini penjelmaan Wisnu Murti, berkewajiban mendatangkan kesejahteraan kepada dunia, sedang penjelmaanku itu tinggal dua kali lagi. Sesudah penjelmaan di Kediri ini, aku akan menjelma Malawapati dan yang terakhir di Jenggala, sesudah itu aku tidak akan lagi menjelma di pulau Jawa, sebab hal itu tidak menjadi kewajibanku lagi.

Tata atau rusaknya jagad aku tidak ikut-ikut, serta keadaanku sudah gaib bersatu dengan keadaan di dalam kepala-tongkat guruku. Waktu itulah terjadinya hal-hal yang dilambangkan dengan hidangan Sang Ajar tadi. Terdapat pada 7 tingkatkerajaan, alamnya bergantian, berlainan peraturannya. Wasiatkanlah hal itu kepada anak cucumu di kemudian hari".*

C. KETERANGAN TENTANG 7 (TUJUH) KERATAON

*Jaman Anderpati* dalam jaman Kalawisesa, ibukotanya Pajajaran, tanpa adil dan peraturan. Pengorbanan-pengabdian orang kecil berupa emas. Itulah yang diperlambangkan dalam suguhan si Ajar berupa kunyit. Lenyapnya kerajaan karena pertengkaran di antara saudara. Yang kuat menjadi-jadi kesukaanya akan perang dalam tahun rusaknya negara.

*Jaman Srikala Rajapati Dewaraja*, ibukotanya *Majapahit*, ada peraturan negara sementara. Pengorbanan-pengabdian orang kecil berupa perak. Itulah diperlambangkan suguhan Ajar berupa juadah. Dalam 100 th. Kraton itu sirna, karena bertengkar dengan putera sendiri.
*Jaman Hadiyati* dalam jaman Kalawisaya. Disanalah mulai ada hukum keadilandan peraturan negara, ibukota kerajaan di Bintara. Pengorbanan-pengabdian orang kecil berupa tenaga kerja. Itulah yang diperlambangkan dalam suguhan berupa geti. Kraton sirna karena bertentangan dengan yang memegang kekuasaan peradilan.*Jaman Kalajangga*, bertakhtalah seorang raja bagaikan Batara, ibukotanya di Pajang. Disanalah mulai ada peraturan kerukunan dalam perkara. Pengorbanan-pengabdian orang kecil berupa segala macam hasil bumi di desa. Itulah yang diperlambangkan dalam suguhan Ajar berupa kajar sebatang. Sirnanya kerajaan karena bertengkar dengan putera angkat.

*Jaman Kala-Sakti* yang bertakhta Raja Bintara, Ibukotanya Mataram. Disanalah mulai ada peraturan agama dan peraturan negara. Pengorbanan-pengabdian orang kecil berupa uang perak. Itulah yang dilambangkan dalam suguhan Ajar berupa bawang putih.*Jaman Kala-Jaya* dalam pemerintahan raja yang angkara murka, semua orang kecil bertabiat sebagai kera karena sulitnya penghidupan, ibukotanya di Wanakarta. Pengorbanan-pengabdian orang kecil berupa uang real. Itulah lambang suguhan yang berupa kembang melati. Kedudukan raja diganti oleh sesama saudara karena terjadi kutuk. Hilanglah manfaat bumi, banyak manusia menderita, ada yang bertempat tinggal di jalanan, ada yang di pasar. Sirnanya Karaton karena bertengkar dengan bangsa asing.

*. Jaman Kala-bedu* di jaman Raja Hartati, artinya yang menjadi tujuan manusia hanya harta, terjadilah Karaton kembali di Pajang-Mataram. Pengorbanan-pengabdian orang kecil berupa macam-macam, ada yang berupa emas-perak, beras, padi dsb. Itulah yang dilambangkan Ajar dengan suguhannya yang berupa bunga serunai.

Makin lama makin tinggi pajak orang kecil, berupa senjata dan hewan ternak dsb, sebab negara bertambah rusak, kacau, sebab pembesar-pembesarnya bertabiat buruk, orang kecil tidak menghormat. Rajanya tanpa paramarta, karena tidak ada lagi wahyunya, banyak wahyu setan, tabiat manusia berubah-ubah.


Perempuan hilang malunya, tiada rindu pada sanak saudara, tak ada berita benar, banyak orang melarat, sering ada peperangan, orang pandai kebijaksanaannya terbelakang, kejahatan menjadi-jadi, orang-orang yang berani kurangajar tetap menonjol, tak kena dilarang, banyak maling menghadang di jalanan, banyak gerhana matahari dan bulan, hujan abu, gempa perlambang tahun, angin puyuh, hujan salah mangsa, perang rusuh, tak ketentuan musuhnya.
Itulah semua perlambang si Ajar yang mengandung berbagai maksud yang dirahasiakan dengan endangnya ditemukan dengan Prabu Jayabaya. Saat itu sudah dekat dengan akhir jaman Kalabendu. Sirnanya raja karena bertentangan dengan saingannya (maru=madu).


Lalu datanglah jaman kemuliaan raja. Di saat inilah pulau Jawa sejahtera, hilang segala penyakit dunia, karena datangnya raja yang gaib, yaitu keturunan utama disebut Ratu Amisan karena sangat hina dan miskin, berdirinya tanpa syarat sedikitpun, bijaksanalah sang raja. Kratonnya Sunyaruri, artinya sepi tanpa sesuatu sarana tidak ada sesuatu halangan. Waktu masih dirahasiakan Tuhan membikin kebalikan keadaan, ia menjadi raja bagaikan pendeta, adil paramarta, menjauhi harta, disebut *Sultan* *Herucakra.*
Datangnya ratu itu tanpa asal, tidak mengadu bala manusia, prajuritnya hanya Sirullah, keagungannya berzikir, namun musuhnya takut. Yang memusuhinya jatuh, tumpes ludes menyingkir, sebab raja menghendaki kesejahteraan negara dan keselamatan dunia seluruhnya.


Setahun bukannya dibatasi hanya 7.000 real tak boleh lebih. Bumi satu jung (ukuran lebar. kl. 4 bahu) pajaknya setahun hanya satu dinar, sawah seribu (jung?) hasilnya (pajaknya) hanya satu uwang sehari, bebas tidak ada kewajiban yang lain. Oleh karena semuanya sudah tobat, takut kena kutuk (kuwalat) Ratu Adil yang berkerajaan di bumi Pethikat dengan kali Katangga, di dalam hutan Punhak. Kecepit di Karangbaya. Sampai kepada puteranya ia sirna, karena bertentangan dengan nafsunya sendiri.

Lalu ada Ratu (Raja) Asmara Kingkin, sangat cantik rupanya, menjadi buah tutur pujian wadya punggawa, beribukota di Kediri. Keturunan ketiganya pindah ke tanah Madura. Tak lama kemudian Raja sirna karena bertentangan dengan kekasihnya.


Lalu ada 3 orang raja disatu jaman, yaitu :
Ber-ibukota di bumi Kapanasan
Ber-ibukota di bumi Gegelang
Ber-ibukota di bumi Tembalang.


Sesudah 30 th. mereka saling bertengkar, akhirnya ketiganya sirna semua. Pada waktu itu tidak ada raja, para bupati di Mancapraja berdiri sendiri-sendiri, karena tidak ada yang dianggap (disegani).


Beberapa tahun kemudian ada seorang raja yang berasal dari sabrang (lain negeri). Nusa Srenggi menjadi raja di Pulau Jawa ber-ibukota di sebelah timur Gunung Indrakila, di kaki gunung candramuka.


Beberapa tahun kemudian datang prajurit dari Rum memerangi raja dari Nusa Srenggi, raja dari Nusa Srenggi kalah, sirna dengan bala tentaranya. Para prajurit Rum mengangkat raja keturunan Herucakra, ber-ibukota di sebelah timur kali opak, negaranya menjadi lebih sejahtera, disebut Ngamartalaya. Sampai pada keturunanya yang ke tiga, sampailah umur Pulau jawa genap 210 matahari.
Ramalan di atas disambung dengan "Lambang Praja" yang dengan kata-kata indah terbungkus melukiskan sifat keadaan kerajaan kerajaan di bawah ini :


1. ANGGALA2. PAJAJARAN3. MAJAPAHIT4. DEMAK5. PAJANG6. MATARAM KARTASURA
7. SURAKARTA8. JOGJAKARTA.Yang terakhir mengenai hal yang belum terjadi ialah :

Negara Ketangga Pethik tanah madiun
Negara Ketangga kajepit Karangboyo Kediri
Bumi Kepanasan, Gegelang (Jipang), Tembilang (Dekat Tembayat)
Ngamartalaya



II. MENIMBANG RAMALAN JAYABAYA

Mencermati karut-marut kehidupan bernegara dan berbangsa Indonesia dewasa ini mengingatkan kita pada Ramalan Jayabaya. Jauh sebelum bangsa ini terbentuk, Jayabaya telah memberikan ramalan untuk Tanah Jawa. Seruan prediktifnya kian terasa kebenarannya bukan hanya untuk Tanah Jawa, tetapi juga Indonesia sebagai bangsa.

Ramalan Jayabaya yang bernada kelabu pantas dikumandangkan lagi agar kita bisa berkaca diri. Para elite politik dan pemegang tampuk kekuasaan pun selayaknya merefleksi diri atas segala sesuatu yang telah dilakukan, yang seakan-akan justru "menggenapi" ramalan itu.
Tradisi Jawa mengakui, Ramalan Jayabaya ditulis Jayabaya, Raja Kerajaan Kadiri (1135-1159) yang bergelar Sri Maharaja Sri Warmmeswara Madhusudanawatarani ndita Suhrtsingha Parakrama Digjayottunggadewan ama.

Gelar yang amat panjang itu tertera pada tiga prasasti batu yang ditemukan dan dikenal sebagai peninggalan sang raja, yakni prasasti Hantang (1135 M), prasasti Talan (1136 M), dan prasasti dari Desa Jepun (1144 M).
Pada zamannya, ditopang kekuatan armada laut yang tangguh, kekuasaannya meluas tidak hanya meliputi Tanah Jawa, tetapi hingga pantai Kalimantan. Bahkan, Ternate pun menjadi kerajaan subordinat kerajaannya.

"Wolak - Waliking Zaman"
Sebagai raja dan pujangga, Jayabaya memandang jauh ke depan dengan mata hati dan perasaan. Ia meramalkan keadaan kacau balau, yang disebutnya sebagai wolak-waliking zaman. Keadaan zaman serba jungkir balik.
Keadaan wolak-waliking zaman terjadi karena akeh janji ora ditetepi. Akeh wong wani mlanggar sumpahe dhewe. Manungsa padha seneng nyalah. Ora nindakake hukum Allah. Barang jahat diangkat-angkat. Barang suci dibenci.
Sungguh mendasar prediksi Jayabaya terhadap perilaku sosio-politik. Bukankah dewasa ini ramalannya kian terbukti? Banyak orang ingkar janji, melanggar sumpah jabatan, dan senang berbuat salah, saling melempar kesalahan! Hukum Allah diabaikan. Yang jahat diangkat-angkat, yang suci dibenci.

Tidakkah perilaku "oknum" anggota legislatif, eksekutif, dan yudikatif "menggenapi" ramalan itu? Tengoklah rakyat yang terus-menerus harus gigit jari karena janji-janji yang diberikan para elite politik dan kekuasaan dicampakkan, habis manis sepah dibuang.
Kasus lumpur Lapindo, penggusuran, pembunuhan aktivis pembela HAM, dan banyak kasus lain serupa pun amat relevan dan signifikan ditempatkan dalam bingkai ramalan itu!

Ramalan Jayabaya pun menjadi kebenaran: Wong bener thenger-thenger (yang benar termangu-mangu tak habis berpikir karena dipersalahkan dan tidak diperhitungkan) . Wong salah bungah (yang salah gembira ria). Wong apik ditampik-tampik (orang baik ditolak-ditampik) . Wong jahat munggah pangkat (yang jahat naik pangkat). Itulah tanda wolak-waliking zaman.
Wolak-waliking zaman terjadi di bidang hukum dan keadilan. Banyak keputusan hukum mengabaikan rasa keadilan (Ukuman Ratu ora adil) akibat keanehan kekuasaan yang jahat (akeh pangkat sing jahat lan ganjil), tebar pesona di atas penderitaan rakyat (akeh kelakuan sing ganjil).

Absennya Nurani
Keadaan zaman yang jungkir balik merupakan akibat dari absennya nurani dalam hidup manusia. Tiada lagi kepekaan. Tata susila pun diabaikan (kasusilan ditinggal). Ini terindikasikan pada perilaku manusia yang sudah lali kamanungsan (lupa pada aspek kemanusiaan) , perikemanusiaan kian hilang (prikamanungsan saya ilang). Bahkan, prikamanungsan diiles-iles, perikemanusiaan diinjak-injak!

Absennya nurani berdampak pada praktik korupsi dan segala akarnya. Menurutnya:
Akeh manungsa mung ngutamake dhuwit. Luwih utama ngapusi. Wegah nyambut gawe. Kepingin urip mewah. Ngumbar nafsu angkara murka, nggedhekake duraka.
Ramalan ini pun menjadi kenyataan: banyak orang mengutamakan uang, maka mulai menipu dan korupsi. Inginnya kaya-raya, tanpa kerja keras, melampiaskan keserakahan, menghalalkan segala cara.

Lebih dari itu, tiadanya nurani yang mengarahkan kehidupan manusia membuat manusia kian durhaka. Angkara murka ngambra-ambra (angkara murka kian merajalela), akeh wong angkara murka (banyak orang angkara murka), nggedhekake duraka (membesar-besarkan durhaka).
Membaca Ramalan Jayabaya, rasa hati ini kian teriris menangis. Masih banyak ratusan kalimat prediktif bernada negatif lain yang diserukan Jayabaya. Merenungkan ramalannya, kian tergambar jelas keadaan Indonesia saat ini yang terpuruk oleh keadaan zaman yang jungkir balik karena orang tidak lagi mengedepankan hati, kemanusiaan, keadilan, dan kebenaran.
Kita pun tidak tahu lagi, entah kapan Ramalan Jayabaya itu tidak lagi terbukti untuk sepak terjang kehidupan bernegara dan berbangsa di republik ini!

Sumber : Aloys Budi Purnomo (Rohaniwan)

III. BAIT-BAIT RAMALAN JAYABAYA

3.1 RAMALAN YANG TERKAIT DENGAN PKEMBANGAN INDONESIA

BAIT 117
mbesuk yen ana kreta lumaku tanpa turanggatanah jawa kalungan wesiprahu lumaku ing ndhuwur awang-awangkali gedhe ilang kedhungepasar ilang kumrandhangehiya iku pertandhane tekane zamankababare jangka Jayabaya wus amrepeki
Kereta berjalan tanpa kuda berarti kendaraan dengan mesin. Tanah Jawa berkalung besi berarti pulau Jawa memiliki rel kereta api. Perahu berjalan di angkasa maksudnya pesawat terbang. Sungai kehilangan lubuk karena banyaknya bendungan dibangun. Pasar tradisional tersingkir karena digantikan pusat perbelanjaan modern.
rawa dadi bera, iblis anjalma manungsa,iblis mendhilis,manungsa sara,jaran doyan sambel,kreta arodha papat setugel,wong bener thenger-thenger,bejane sing lali,bejane sing eling,nanging isih beja sing waspadhaRawa/sawah mengering karena telah beralih fungsi. Iblis menjelma jadi manusia dst memperlihatkan kejahatan yang merajalela.
ratu digdaya ora tedhas tapak paluning pandhe sisaning gurenda, nanging apese mungsuh setan, thuyul ambregandhus, bocah cilik-cilik pating pendhelik, ngurubungi omah ,surak-surak kaya nggusah pitik, ratu atine cilik, angundamana bala sebrang, sing doyan asu
Raja sakti kebal terhadap senjata dst, akan tetapi gelombang demonstrasi pelajar dan mahasiswa dan didukung militer, yang dibahasakan Jayabaya dengan ‘anak-anak melotot di sekeliling rumah-suaranya seperti mengusir ayam’ meneriakkan Tritura, membawa Bung Karno menuju hari-hari akhir kekuasaaanya.
ana jalma ngaku-ngaku dadi ratu, duwe bala lan prajurit ,negara ambane saprowulan ,panganggone godhong pring anom ,atenenger kartikapaksi, nyekeli gegaman ulek wesi, pandhareke padha nyangklong once, gineret kreta tanpa turangga, nanging kaobah asilake swara gumerenggeng, pindha tawon nung, sing nganglang Gatotkaca kembar sewu, sumsum iwak lodan munggah ing dharatan.
Ada seorang yang mengaku-ngaku raja dan didukung oleh massa dan prajurit. Suatu keadaan yang menunjuk era awal kepemimpinan Soeharto.
BAIT 131
lenggahe ratu ngaku-aku, bebarengan zaman angkara, murka sangsaya dadi, kana kene sangsaya bingung, akeh wong kabiluk melu lumebu ing jurang, kawula wani bendara, buruh wani juragan, sing nywara suwe-suwe akeh bala, wong pinter diinger-inger, wong ngerti padha mangan ati.
Akhir 1965 hingga 1966. Ditandai dengan peristiwa pembunuhan 7 anggota militer yang dimasukkan ke sumur daerah Lubang Buaya, Jakarta. Banyak anggota dan yang dituduh anggota PKI, tanpa proses peradilan dibunuh dan mengambang di sungai-sungai. Korupsi merajalela, orang kritis dibungkam, banyak mengaku priyayi/bertitel tetapi tidak berperilaku sebagaimana mestinya.
BAIT 133 : Begal padha ndugal, rampok pada kepak-kepak, wong seneng pitenah sing diemong, wong njaga nyolong sing dijaga, wong njamin njaluk dijamin, marga dadi korbane sing jahat sing jahil, wong cilik kepencil.
Gambaran era Orde Baru yang masih berlanjut hingga sekarang. Rampok, koruptor merajalela. Harta dan pangkat menjadi masalah. ‘ayam mengeram di atas pikulan’ menggambarkan orang-orang merasa enak saja berkuasa dan bermewah-mewah di atas penderitaan orang lain
BAIT 137
wanita anger wanita jebule keilangan laki, laki mati tan karuan ujare, tan karuan dinane lan papane, akeh pati tanpa slametan, modin padha ngungsi marga wedi mati, sing ngurusi wong mati malah digawe mati.
Perang di empat penjuru angin merujuk awal disintegrasi berupa pemberontakan separatis di daerah-daerah seperti di timur=OPM, barat=GAM, selatan =timtim, utara=malaysia / PERMESTA(Menado)?? Konflik vertikal dan horizontal mewabah, hujan turun salah musim pertanda kerusakan lingkungan alam yang parah. Wanita-wanita tampil berani menunjuk kemerosotan etika yang meluas. Para penyeru moral malah mendapatkan hambatan

3.2 BAIT - BAIT TERAKHIR RAMALAN JAYABAYA
140.polahe wong Jawa kaya gabah diinteriendi sing bener endi sing sejatipara tapa padha ora wanipadha wedi ngajarake piwulang adisalah-salah anemani pati
Tingkah laku orang Jawa seperti gabah ditampimana yang benar mana yang aslipara pertapa semua tak beranitakut menyampaikan ajaran benarsalah-salah dapat menemui ajal
141.banjir bandang ana ngendi-endigunung njeblug tan anjarwani, tan angimpenigehtinge kepathi-pati marang pandhita kang oleh pati genimarga wedi kapiyak wadine sapa sira sing sayekti
Banjir bandang dimana-managunung meletus tidak dinyana-nyana, tidak ada isyarat dahulusangat benci terhadap pendeta yang bertapa, tanpa makan dan tidurkarena takut bakal terbongkar rahasianya siapa anda sebenarnya
142.pancen wolak-waliking jamanamenangi jaman edanora edan ora kumanansing waras padha nggagaswong tani padha ditaleniwong dora padha ura-urabeja-bejane sing lali,isih beja kang eling lan waspadha
Sungguh zaman gonjang-ganjing menyaksikan zaman gila tidak ikut gila tidak dapat bagianyang sehat pada olah pikirpara petani dibelenggupara pembohong bersuka ria beruntunglah bagi yang lupa,masih beruntung yang ingat dan waspada

143.ratu ora netepi janjimusna kuwasa lan prabawaneakeh omah ndhuwur kudawong padha mangan wongkayu gligan lan wesi hiya padha doyandirasa enak kaya roti boluyen wengi padha ora bisa turu.
Raja tidak menepati janjikehilangan kekuasaan dan kewibawaannyabanyak rumah di atas kudaorang makan sesamanyakayu gelondongan dan besi juga dimakankatanya enak serasa kue bolumalam hari semua tak bisa tidur
144.sing edan padha bisa dandansing ambangkang padha bisanggalang omah gedong magrong-magrong
Yang gila dapat berdandanyang membangkang semua dapatmembangun rumah, gedung-gedung megah
145.wong dagang barang sangsaya laris, bandhane ludesakeh wong mati kaliren gisining pangananakeh wong nyekel bendha ning uriping sengsara
Orang berdagang barang makin laris tapi hartanya makin habisbanyak orang mati kelaparan di samping makananbanyak orang berharta namun hidupnya sengsara
146.wong waras lan adil uripe ngenes lan kepencilsing ora abisa maling digethingising pinter duraka dadi kancawong bener sangsaya thenger-thengerwong salah sangsaya bungahakeh bandha musna tan karuan larineakeh pangkat lan drajat padha minggat tan karuan sebabe
Orang waras dan adil hidupnya memprihatinkan dan terkucil yang tidak dapat mencuri dibenci yang pintar curang jadi teman orang jujur semakin tak berkutik orang salah makin pongahbanyak harta musnah tak jelas larinyabanyak pangkat dan kedudukan lepas tanpa sebab

147.bumi sangsaya suwe sangsaya mengkeretsakilan bumi dipajekiwong wadon nganggo panganggo lanangiku pertandhane yen bakal nemoniwolak-walike zaman
Bumi semakin lama semakin sempit sejengkal tanah kena pajak, wanita memakai pakaian laki-lakiitu pertanda bakal terjadinyazaman gonjang-ganjing
148.akeh wong janji ora ditepatiakeh wong nglanggar sumpahe dhewemanungsa padha seneng ngalap,tan anindakake hukuming Allah barang jahat diangkat-angkatbarang suci dibenci
Banyak orang berjanji diingkari banyak orang melanggar sumpahnya sendirimanusia senang menipu tidak melaksanakan hukum Allah, barang jahat dipuja-puja barang suci dibenci
149.akeh wong ngutamakake royallali kamanungsane, lali kebecikanelali sanak lali kadangakeh bapa lali anakakeh anak mundhung biyungsedulur padha cidrakeluarga padha curigakanca dadi mungsuhmanungsa lali asalebanyak orang hamburkan uanglupa kemanusiaan, lupa kebaikanlupa sanak saudarabanyak ayah lupa anaknya
banyak anak mengusir ibunya antar saudara saling berbohong antar keluarga saling mencurigaikawan menjadi musuhmanusia lupa akan asal-usulnya
150.ukuman ratu ora adilakeh pangkat jahat jahilkelakuan padha ganjil sing apik padha kepencilakarya apik manungsa isinluwih utama ngapusihukuman
Raja tidak adil banyak yang berpangkat, jahat dan jahil tingkah lakunya semua ganjilyang baik terkucilberbuat baik manusia malah malulebih mengutamakan menipu
151.Wanita nglamar pria isih bayi padha mbayi sing pria padha ngasorake drajate dhewe
Wanita melamar pria Masih muda sudah beranak kaum pria mrendahkan derajatnya sndiri

3.3 BAIT 152 SAMPAI DENGAN 156 TIDAK ADA (HILANG & RUSAK)
157.wong golek pangan pindha gabah den interising kebat kliwat, sing kasep keplesetsing gedhe rame, gawe sing cilik kecekliksing anggak ketenggak, sing wedi padha matinanging sing ngawur padha makmursing ngati-ati padha sambat kepati-pati
Tingkah laku orang mencari makan seperti gabah ditampi yang cepat mendapatkan, yang lambat terpeleset yang besar beramai-ramai membuat yang kecil terjepityang angkuh menengadah, yang takut malah mati namun yang ngawur malah makmuryang berhati-hati mengeluh setengah mati

158.cina alang-alang keplantrang dibandhem nggendringmelu Jawa sing padha elingsing tan eling miling-milingmlayu-mlayu kaya maling kena tudingeling mulih padha manjingakeh wong injir, akeh centhilsing eman ora kedumansing keduman ora eman
cina berlindung karena dilempari lari terbirit-biritikut orang Jawa yang sadaryang tidak sadar was-wasberlari-lari bak pencuri yang kena tuduhyang tetap tinggal dibencibanyak orang malas, banyak yang genityang sayang tidak kebagianyang dapat bagian tidak sayang
159.selet-selete yen mbesuk ngancik tutuping tahunsinungkalan dewa wolu, ngasta manggalaning ratubakal ana dewa ngejawantahapengawak manungsaapasurya padha bethara Kresnaawatak Baladewaagegaman trisula wedhajinejer wolak-waliking zamanwong nyilih mbalekake,wong utang mbayarutang nyawa bayar nyawautang wirang nyaur wirang
selambat-lambatnya kelak menjelang tutup tahun(sinungkalan dewa wolu, ngasta manggalaning ratu)akan ada dewa tampilberbadan manusiaberparas seperti Batara Kresnaberwatak seperti Baladewabersenjata trisula wedhatanda datangnya perubahan zamanorang pinjam mengembalikan,orang berhutang membayarhutang nyawa bayar nyawahutang malu dibayar malu
160.sadurunge ana tetenger lintang kemukus lawangalu-ngalu tumanja ana kidul wetan benerlawase pitung bengi,parak esuk bener ilangebethara surya njumedhulbebarengan sing wis mungkur prihatine manungsa kelantur-lanturiku tandane putra Bethara Indra wus katontumeka ing arcapada ambebantu wong Jawa
Sebelumnya ada pertanda bintang paripanjang sekali tepat di arah Selatan menuju Timurlamanya tujuh malamhilangnya menjelang pagi sekalibersama munculnya Batara Suryabebarengan dengan hilangnya kesengsaraan manusia yang berlarut-larutitulah tanda putra Batara Indra sudah nampakdatang di bumi untuk membantu orang Jawa
161.dunungane ana sikil redi Lawu sisih wetanwetane bengawan banyuan dhedukuh pindha Raden Gatotkacaarupa pagupon dara tundha tigakaya manungsa angleledha
Asalnya dari kaki Gunung Lawu sebelah Timur sebelah timurnya bengawan berumah seperti Raden Gatotkacaberupa rumah merpati susun tigaseperti manusia yang menggoda
162.akeh wong dicakot lemut matiakeh wong dicakot semut sirnaakeh swara aneh tanpa rupabala prewangan makhluk halus padha baris, pada rebut benere garistan kasat mata, tan arupasing madhegani putrane Bethara Indraagegaman trisula wedhamomongane padha dadi nayaka perangperange tanpa balasakti mandraguna tanpa aji-aji
Banyak orang digigit nyamuk, mati banyak orang digigit semut, mati banyak suara aneh tanpa rupa pasukan makhluk halus sama-sama berbaris, berebut garis yang benar tak kelihatan, tak berbentuk yang memimpin adalah putra Batara Indra, bersenjatakan trisula wedhapara asuhannya menjadi perwira perangjika berperang tanpa pasukansakti mandraguna tanpa azimat
163.apeparap pangeraning prangtan pokro anggoning nyandhangning iya bisa nyembadani ruwet rentenging wong sakpirang-pirangsing padha nyembah reca ndhaplang,cina eling seh seh kalih pinaringan sabda hiya gidrang-gidrang
Bergelar pangeran perangkelihatan berpakaian kurang pantasnamun dapat mengatasi keruwetan orang banyakyang menyembah arca terlentangcina ingat suhu-suhunya dan memperoleh perintah, lalu melompat ketakutan
164.putra kinasih swargi kang jumeneng ing gunung Lawuhiya yayi bethara mukti, hiya krisna, hiya herumuktimumpuni sakabehing lakunugel tanah Jawa kaping pindhongerahake jin setankumara prewangan, para lelembut ke bawah perintah saeko proyokinen ambantu manungso Jawa padha asesanti trisula wedalandhepe triniji sucibener, jejeg, jujurkadherekake Sabdopalon lan Noyogenggongputra
Kesayangan almarhum yang bermukim di Gunung Lawuyaitu Kyai Batara Mukti, ya Krisna, ya Herumuktimenguasai seluruh ajaran (ngelmu)memotong tanah Jawa kedua kalimengerahkan jin dan setanseluruh makhluk halus berada dibawah perintahnya bersatu padumembantu manusia Jawa berpedoman pada trisula wedatajamnya tritunggal nan sucibenar, lurus, jujurdidampingi Sabdopalon dan Noyogenggong
165.pendhak Sura nguntapa kumarakang wus katon nembus dosanekadhepake ngarsaning sang kuasaisih timur kaceluk wong tuwaparingane Gatotkaca sayutatiap bulan Sura
Sambutlah kumarayang sudah tampak menebus dosa di hadapan sang Maha Kuasamasih muda sudah dipanggil orang tuawarisannya Gatotkaca sejuta
166.idune idu genisabdane malatising mbregendhul mesti matiora tuwo, enom padha dene bayiwong ora ndayani nyuwun apa bae mesthi sembadagaris sabda ora gentalan dina,beja-bejane sing yakin lan tuhu setya sabdaniratan karsa sinuyudan wong sak tanah Jawananging inung pilih-pilih sapa
Ludahnya ludah apisabdanya sakti (terbukti)yang membantah pasti matiorang tua, muda maupun bayi orang yang tidak berdaya minta apa saja pasti terpenuhigaris sabdanya tidak akan lama beruntunglah bagi yang yakin dan percaya serta menaati sabdanyatidak mau dihormati orang se tanah Jawa tetapi hanya memilih beberapa saja
167.waskita pindha dewabisa nyumurupi lahire mbahira, buyutira, canggahirapindha lahir bareng sadinaora bisa diapusi marga bisa maca atiwasis, wegig, waskita,ngerti sakdurunge winarahbisa pirsa mbah-mbahiraangawuningani jantraning zaman Jawangerti garise siji-sijining umat Tan kewran sasuruping zaman
Pandai meramal seperti dewa dapat mengetahui lahirnya kakek, buyut dan canggah andaseolah-olah lahir di waktu yang samatidak bisa ditipu karena dapat membaca isi hati bijak, cermat dan sakti mengerti sebelum sesuatu terjadi mengetahui leluhur anda memahami putaran roda zaman Jawamengerti garis hidup setiap umattidak khawatir tertelan zaman
168.mula den upadinen sinatriya ikuwus tan abapa, tan bibi, lolaawus aputus weda Jawa
mung angandelake trisulalandheping trisula pucukgegawe pati utawa utang nyawasing tengah sirik gawe kapitunaning liyansing pinggir-pinggir tolak colong njupuk winandaoleh sebab itu Carilah satria ituyatim piatu, tak bersanak saudarasudah lulus weda Jawahanya berpedoman trisulaujung trisulanya sangat tajammembawa maut atau utang nyawayang tengah pantang berbuat merugikan orang lainyang di kiri dan kanan menolak pencurian dan kejahatan

169.sirik den wenehiati malati bisa kesikusenenge anggodha anjejaluk cara nisthangertiyo yen iku cobaaja kainoana beja-bejane sing den pundhutiateges jantrane kaemong sira sebrayat
Pantang bila diberi hati mati dapat terkena kutukan senang menggoda dan minta secara nista ketahuilah bahwa itu hanya ujian jangan dihina ada keuntungan bagi yang dimintai artinya dilindungi anda sekeluarga

170.ing ngarsa Begawandudu pandhita sinebut pandhitadudu dewa sinebut dewakaya dene manungsadudu seje daya kajawaake kanti jlentrehgawang-gawang terang ndrandhangdi hadapan Begawan
Bukan pendeta disebut pendeta bukan dewa disebut dewa namun manusia biasa bukan kekuatan lain diterangkan jelasbayang-bayang menjadi terang benderang

171.aja gumun, aja ngungunhiya iku putrane Bethara Indrakang pambayun tur isih kuwasa nundhung setantumurune tirta brajamusti pisah kaya ngundhuhhiya siji iki kang bisa paring pituduhmarang jarwane jangka kalaningsuntan kena den apusimarga bisa manjing jroning atiana manungso kaiden ketemuuga ana jalma sing durung mangsaneaja sirik aja gelaiku dudu wektuniranganggo simbol ratu tanpa makuthamula sing menangi enggala den leluriaja kongsi zaman kendhata madhepa den marikelubeja-bejane anak putu
Jangan heran, jangan bingung itulah putranya Batara Indrayang sulung dan masih kuasa mengusir setan turunnya air brajamusti pecah memercik hanya satu ini yang dapat memberi petunjuk tentang arti dan makna ramalan sayatidak bisa ditipu karena dapat masuk ke dalam hatiada manusia yang bisa bertemutapi ada manusia yang belum saatnya jangan iri dan kecewa itu bukan waktu anda memakai lambang ratu tanpa mahkota sebab itu yang menjumpai segeralah menghormati, jangan sampai terputus, menghadaplah dengan patuhkeberuntungan ada di anak cucu

172.iki dalan kanggo sing eling lan waspadaing zaman kalabendu Jawaaja nglarang dalem ngleluri wong apengawak dewacures ludhes saka braja jelma kumaraaja-aja kleru pandhita samusanalarinen pandhita asenjata trisula wedhaiku hiya pinaringaning dewa
Inilah jalan bagi yang ingat dan waspadapada zaman kalabendu Jawajangan melarang dalam menghormati orang berupa dewayang menghalangi akan sirna seluruh keluargajangan keliru mencari dewacarilah dewa bersenjata trisula wedha - itulah pemberian dewa


173.nglurug tanpa balayen menang tan ngasorake liyanpara kawula padha suka-sukamarga adiling pangeran wus tekaratune nyembah kawulaangagem trisula wedhapara pandhita hiya padha mujahiya iku momongane kaki Sabdopalonsing wis adu wirang nanging kondhanggenaha kacetha kanthi njingglangnora ana wong ngresula kuranghiya iku tandane kalabendu wis mingercenti wektu jejering kalamuktiandayani indering jagad rayapadha asung bhekti
Menyerang tanpa pasukan bila menang tak menghina yang lain rakyat bersuka ria karena keadilan Yang Kuasa telah tiba raja menyembah rakyat bersenjatakan trisula wedhapara pendeta juga pada memuja itulah asuhannya Sabdopalon yang sudah menanggung malu tetapi termasyhur segalanya tampak terang benderang tak ada yang mengeluh kekurangan itulah tanda zaman kalabendu telah usai berganti zaman penuh kemuliaan memperkokoh tatanan jagad raya semuanya menaruh rasa hormat yang tinggi.


Benarkah Ramalan Jayabaya itu bahwa Akan datang Satria Piningit atau Ratu Adil untuk membenahi Indonesia Sekarang Ini ??

PEMILU APRIL 2009

HI...... Salam ...


Bentar lagi kita mau akan mengikuti pemilu legeslatif (09 April 2009)

Hari yang menentukan masa depan indonesia dengan dipilihnya wakil-wakil rakyat.


Aku pribadi binggung loh dengan banyaknya partai sekarang.

Mana yang harus aku pilih ya... ?


Pilihan harus mengikuti hati nurani atau kenyataan dan logika ?


Apakah yang akan terjadi pada Nusantaraku 5 tahun kedepan bila kita salah memilih

wakil rakyat ? Kesalahan pada Pemilih atau pada Wakil Rakyat Ya ??


Kami Tunggu Komentar Anda...